Persahabatan bukan hanya sekedar kata, yang ditulis pada
sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan merupakan sebuah ikatan
suci, yang ditoreh di atas dua hati, ditulis dengan tinta kasih sayang,
dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa.
Siapa bilang manusia hanya bisa menanti keputusan dari yang kuasa?
kita memiliki sebuah keinginan dan harapan, pasti, setiap keinginan dan
harapan itu pasti akan terwujud dan terjadi namun kadang tak sesempurna
yang kita bayangkan… Mungkin tidak masuk akal dengan masalah cinta, Coba
lihat, kita selalu menganggap semua takdir, disitulah awal cinta
bermakna, sedikit mengupas masalah cinta dan rasa antara anak adam dan
hawa yang terbungkus dalam suatu ikatan janji kelingking.
Kini telah hampir setahun persahabatan antara Vandy dan Lyana
berjalan semenjak kelas X di salah satu sekolah Yayasan pusat kota,
awalnya mungkin pertemanan biasa yang kadang acuh tak acuh pada satu
sama lain… Semua mulai berubah saat Vandy mulai mengenal Lyana di
jejaring sosialnya, bercerita antara satu kisah hingga kisah yang
lainnya.
Dan juga sebuah coklat dengan bungkus merah yang menjadi kesukaan Lyana
dan di berikannya pada Vandy karena malu dilihat orang lain, Lyana
memasukan ke dalam tas yang kala itu sandang oleh Vandy. Detik berdetak
berganti waktu hingga seperti sekarang ini, Aneh dan Bingal panggilan
sayang mereka berdua, Aneh Lyana-Bingal Vandy.
Dikala itu Vandy memberikan sebuah permainan untuk Lyana, yaitu Lyana
harus dapat membenci Vandy selama 8 hari berturut tanpa sapaan, tanpa
telponan, tanpa chat, tanpa senyuman. Bisakah? selang beberapa hari
Lyana telah tersenyum pada Vandy dan tak bisa menahan ingin berbicara
pada Vandy karena harus menunggu beberapa hari lagi Lyana selalu
memberikan Perahu Kertas pada Vandy wujud rasa rindunya dengan berisikan
setiap kata-kata hatinya.
Permainan tetap berlanjut hingga hari ke-8 finish dan saat itu Lyana bertanya pada Vandy apa maksud dari permainan aneh ini.
“Sekarang sudah 8 hari, sekarang aku ingin tahu apa maksud dari permainan ini?” Kata Lyana dengan wajah keingitahuannya.
Vandy menjawab maksud dari permainannya itu, dengan beberapa urutan,
=> Pertama kenapa delapan hari? menurutku angka delapan angka
paling istimewa dalam suatu hubungan karena tak akan pernah putus sampai
kapanpun “I MISS YOU.”
=> Membenci? sesuai kata orang benci tanda sayang.
=> Tanpa telponan, tanpa chat, tanpa senyuman? sesuatu yang telah
hilang akan terasa lebih berarti saat dia tak di dekat kita lagi.
Mungkin sesuatu kata yang romantis? Vandy menatap wajah Lyana yang
hanya biasa dan tanpa raut wajah salut pada Vandy! atau memang kata-kata
ini membosankan? padahal Vandy berharap dalam hati jikalau Lyana akan
mengucapkan “so sweet” dan memeluknya, tapi ternyata Lyana malah diam
tak bergeming kecuali senyuman yang hampir bosan didapatkan oleh Vandy.
Telah dua Perahu Kertas yang Vandy terima dari sahabatnya itu, hingga
Vandy kini yang memberikan Perahu kertas pada sang pujaan hati sahabat
tercinta, sebuah puisi.
Judul: Aneh,
Aneh,
Inginku bercerita padamu
Tentang jalan hidupku yang penuh liku-liku
Jurang dan tebing yang ku lalui
Onak dan duri banyak kujumpai
Namun tiada surutkan langkahku
Aneh,
Berilah aku pemicu
Agar tak surut semangatku
Mengais rezeki, mencari nafkah
Untuk hidupku, untuk buah hatiku
Masa depanku,
Aneh,
Tahukah kau
Kuarungi samudra nan luas ini
Dengan perahu tanpa nahkoda
Kadang ombak, kadang badai menggoyang layar perahuku
Ku bertahan
Ku tahu perjalanan masih panjang
Semoga selamat hingga tujuan
Pagi itu Lyana tersenyum di kelasnya sehabis membaca surat dari
Vandy, banyak yang tidak tahu tentang hubungan Vandy dengan Lyana
sebenarnya, teman sekelas Lyana yang mayoritas anak perempuan karena
jurusan Sekretaris, banyak yang beranggapan Vandy dan Lyana berpacaran
atau bahkan sebuah status teman tapi mesra.
Lain dengan kelas teknik teman-teman dari Vandy yang mengatakan kalau
Vandy hanya sebuah pelarian yang dimanfaatkan, bagaimana tidak manalah
mungkin seorang Lyana yang jelita bersanding dengan “Si Buruk Rupa.”
tetapi Vandy tak pernah mendengarkan cacian teman-temanya, ia selalu
berkata dan meyakinkan perasaannya jikalau Lyana adalah sahabat setia
yang dititipkan tuhan padanya.
Hari ini adalah hari selasa, waktunya untuk kelas Lyana masuk dalam
jam olahraga di lapangan, Vandy yang duduk di depan baris ke dua dapat
melihat sahabatnya itu sedang melakukan olahraga… Sedikit terlintas
dalam pikirannya, mengapa Lyana tak menjadi kekasihnya saja? dengan
begitu setiap hinaan dan cacian musnah terhempas ombak tersapu arus
lautan…
keasikan memandang Lyana, Vandy tak menghiraukan guru yang
menjelaskan tentang pelajaraan sedikit teguran dan di tambah dialog
ringan oleh Riko temannya.
“Makanya Van, jangan Lyana aja yang kau lihat? ingat juga belajar.”
Sahut Riko dengan nyengir selengekan yang menjadi khas dirinya.
Beginilah kelas Teknik, di depan guru semua seakan menjadi teman yang
baik dan mengingatkan teman bila salah, aslinya hanya tuhan yang tahu.
Setiap sehabis pulang sekolah terkadang mereka bermain dan berjalan
bersama… Vandy dan Lyana tidak tinggal terlalu jauh dari sekolah, maka
itu mereka kadang selalu bercerita dan menghabiskan senja di sekolah,
kala itu Lyana dan Vandy duduk di bawah suatu pohon yang rindang dengan
rumput yang menjadi alas…
“aNeh, udah setahun kita sahabatan dan selalu bersama saat duka
maupun senang, apakah aku bisa melewati setiap hari-hariku nanti
tanpamu?” dengan wajah tampak sedih Vandy memandangi Lyana dengan penuh
harapan,
“Aku rasa itu tak akan mudah, kau bilang sudah seperti Nark*ba bagiku
yang tanpa sehari saja tak ada pastilah aku seakan mati.” jawab Lyana
dengan senyuman manis yang memamerkan lesung pipitnya.
Vandy memberikan sepasang Bunga Matahari pada Lyana dan menjulurkan jari kelingkingnya pada Lyana dan berkata.
“PERSAHABATAN ANEH DAN BINGAL, SEKARANG ATAU NANTI.” Setelah itu apa
yang terjadi? apa yang tak dipikirkan oleh Vandy, Lyana meneteskan air
mata dan memeluk Vandy. Suaranya jelas terdengan di telinga kanan Vandy
dan berbisik.
“Tetaplah disini jangan pernah berubah.” Vandy melepaskan pelukan Lyana mencoba menghapus air mata yang membasahi pipi Lyana.
“Jangan pernah membuang air matamu, ingan janjiku aku tak akan pernah
membiarkan setetes pun jatuh dari dirimu.” Dengan pasti Vandy berkata
begitu dengan posisi tangannya yang masih menyentuk pipi kiri Lyana.
Kini tepat 10 MAY 2013, adalah hari ulang tahun Lyana, Lyana
menadakan pesta di rumahnya seluruh teman-teman ikut serta diundang
dalam merayakan hari jadinya yang ke-16, malam itu semua datang tetapi
kecuali Vandy yang memang dari tadi pagi tak ada kabar dan tidak masuk
sekolahan karena sakit, Lyana merasa sedih karena selama ini orang yang
memberinya semangat saat sedih malah tidah ada sewaktu ia bahagia. satu
persatu teman Lyana mulai beranjak pulang meninggalkan pesta, Lyana
berdiri di bibir pintu dengan Gaun hitam yang simpel tetapi berkesan
mewah dan indah…
kini tepat jam 23.38 seluruh seisi rumah telah kosong hanya
tertinggal ayah dan ibu Lyana dengan piring dan gelas yang kotor… Lyana
mulai kecewa dengan Vandy yang tak ingat pada ulang tahunnya.
namun sesaat Lyana hendak masuk Vandy telah berada tepat di belakangnya.
“Happy Birthday, aku belum terlambat kan?” sahut Vandy dengan senyuman ke arah Lyana.
“Iya, tapi sayangnya orang yang katanya sahabatku malah menjadi orang
terakhir yang mengucapkan itu padaku…” dengan kecewa dan rasa marah
Lyana membalikan badannya mengacuhkan Vandy.
Vandy memegang lengan Lyana dan berkata. “Karena aku ingin menjadi orang terakhir dalam hidupmu nanti.”
Lyana membalikan wajahnya dan memandang Mata Vandy dengan rasa kagum Lyana berkata.
“Aku juga akan sama dengan yang kau katakan, I MISS YOU, BINGAL.”
“I LOVE YOU, ANEH.” Jawab Vandy dengan menggenggam kedua tangan Lyana.
Senja yang dulu indah kini menjadi temaram dan bulan yang dulu
purnama kini perlahan berubah menjadi sabit. Seperti rasa hati Vandy
yang meratapi kekosongan dan kehampaan hatinya karena Lyana sahabat yang
selama ini setia menemaninya baik suka maupun duka tidak pernah tampak
lagi dan entah kemana? Waktu terus berputar, tanpa terasa tahun pun
berganti dulu masanya mengenakan seragam sekarang hari-hari tanpa
seragam selain itu ada yang terasa lebih berubah dalam hidup Vandy,
sahabat yang berjanji akan selalu bersamanya dulu kini telah pergi entah
kemana, dan apa kabarnya!!
Vandy mendatangi tempat dimana pertama kali dirinya dan Lyana
berjanji dulu, ternyata sesuatu hal yang di sengaja atau tidak, Vandy
melihat Lyana duduk di sebuah kursi kayu panjang dengan baju berwarna
ungu.
Vandy mendekati dan duduk di sebelah Lyana.
“Aneh, apakah kau tidak merindukanku sama sekali? Kemana saja engkau
selama ini disaat aku duka… apakah aku punya salah padamu hingga engkau
tak mau bertemu denganku?” Dengan nada frekuensi rendah pandangan kosong
ke depan.
Lyana tertawa kecil dan memangdang Vandy dengan senyumannya, bibir merah dulu kini berubah putih pucat pecah-pecah..
“Aku sakit.” Jawab Lyana langsung.
“Sakit, sakit apa? Bagaimana aku bisa tahu sementara kamu tak pernah
cerita padaku tentang penyakitmu.” Merubah posisi duduknya dan memandang
Lyana dan memegang tangannya yang dingin.
Lyana tampak gelisah saat akan menjawab pertannyaan dari sahabatnya itu,
Lyana mulai meneteskan air mata dan bibirnya seakan kaku saat ingin
menjawab pertannyaan Vandy.
“A, Aku terkena Leukimia, dan dokter telah memvonis usiaku hanya 5-6
bulan saja.. sebenarnya aku tak ingin kau tahu, aku tak mau membuatmu
terlalu memikirkanku, maaf.” Jawab Lyana dengan nada serak dan tak kuasa
menahan tangisnya…
Vandy pun ikut turut prihatin atas segala cobaan yang di alami oleh
Lyana, Vandy memeluk Lyana dan mencoba menenangkan perasaannya yang
mulai rapuh karena segala ujian yang di berikan pada sahabatnya Lyana.
Vandy kini tak dapat berbuat banyak selain hanya membahagiakan Lyana
di sisa umurnya yang semakin hari semakin singkat dengan kematian, kini 2
bulan telah berlalu kisah persahabatan yang panjang seharusnya membuat
bahagia malah kini membuat berlinang air mata.
Pagi ini Vandy mengajak Lyana ke sebuah tepian danau nan indah
membuat Lyana sedikit lupa tentang kematian yang siap sewaktu-waktu
menghampirinya, Sedang asik-asiknya Lyana berlari menikmati indahnya
tepian danau tiba-tiba saja Lyana mengeluh,
“aw, kepala ku” Teriak Lyana dengan rasa penuh kesakitan yang menghantam kepalanya.
“Aneh, kamu kenapa? Kalau begitu ayo aku antar ke rumah sakit” tanya Vandy.
“Nggak perlu, aku gak apa-apa Kok, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Lyana sambil tersenyum dengan menahan sakitnya.
“Oke, kalau begitu kita pulang saja, aku gak mau kamu kenapa-napa!”
dengan nada bicara Vandy terdengar begitu khawatir pada keadaan Lyana.
Vandy segera mengantarkan Lyana pulang dengan kendaraannya, setelah
sampai di depan rumah Lyana, Vandy menggandeng Lyana berjalan agar tidak
terjatuh… Di rumah yang cukup besar ini Lyana selalu hanya berdua
dengan Ibunya, semenjak 8 bulan yang lalu ayah Lyana di terima berkerja
di sebuah pertambangan luar kota dan karena terlalu sibuk ia selalu
berada di luar kota, dan bisa di katakan Lyana termasuk orang yang
berada saat ini.
Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di
setiap sudut ruangan, Lyana terduduk lemas di atas ranjangnya,
“Ya Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini? Berapa lama lagi
malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Lyana.
Di vonis menderita leukimia sejak 2 bulan lalu dan tidak akan berumur
lama lagi sungguh menyakitkan bagi Lyana, usianya yang kini baru 18
tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak satu
pun akan terwujud.
Pintu kamar Lyana tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk lalu duduk di sampingnya.
“Gimana rasanya sayang? Masih gak enak? Kita ke dokter sekarang ya?” ujar wanita itu dengan lembutnya.
“nggak usah, bu, Lyana sudah enakan kok, Lyana cuma mau beristirahat aja”, jawab Lyana dengan sopan.
“ya sudah kalau begitu, Ibu tinggal dulu ya, istirahat ya Nak,” ujar sang ibu sambil mencium kening putri semata wayangnya.
“Makasih bu, aku selalu sayang Ibu,” lirih Lyana berujar dengan senyuman.
Terus terang Lyana sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya, tapi dia terus berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya.
Ternyata sakit yang dirasakan Lyana pagi itu adalah pertanda Lyana
akan segera di panggil menghadap Tuhan lebih cepat dari perkiraan
dokter, saat minta izin untuk beristirahat pada ibunya, kesehatan Lyana
benar-benar drop, dengan panik Ibu Lyana menghubungi Vandy, dan suaminya
ayah dari Lyana untuk segera pulang, Lyana dilarikan ke rumah sakit,
setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Lyana sedikit terlihat
tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu
redup.
Vandy, dan Ayah dari Lyana datang ke rumah sakit, tampak ibu Lyana
duduk meneteskan air mata dan selalu berdoa pada yang esa demi
kesembuhan Lyana,
“Maaf, Bapak dan ibu bisa kita bicara sebentar di ruangan saya.” kata
dokter yang bernama Gustomi, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga
dari Lyana.
“Baiklah dok” sambut ayah Lyana.
Setelah ayah dan ibu Lyana duduk di ruangan dokter Gustomi, mereka akhirnya mulai bicara,
“Maaf sebelumnya bapak dan ibuk, selama ini saya telah berkerja
semaksimal mungkin demi keselamatan Lyana, tetapi semua usaha saya
sia-sia dan belum terlihat perkembangannya sama sekali, dan maaf
sebesar-besarnya mungkin nyawa Lyana tidak akan lama lagi dan saat ini
hanya doa dan mukzizat tuhanlah yang mampu merubah segalanya.” ujar
dokter Gustomi.
Perkataan dokter Gustomi mampu membuat jantung kedua orang tua Lyana
berdetak dari biasanya, begitu pula dengan Vandy yang sengaja mengintip
di jendela kaca di ruangan dokter Gustomi, karena tak kuat mendengar
penderitaan sahabatnya Vandy berlari keluar rumah sakit dan tak sanggup
bila harus melihat sahabatnya tersakiti seperti ini.
Kedua orangtua Lyana Memasuki ruangan perawatan, ibu Lyana berusaha
menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping
ranjang putrinya,
“Ibu, kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Lyana.
“Gak apa-apa sayang”, Jawan ibu Lyana dengan nada berbisik tak kuasa menahan air mata.
“Maafkan Lyana, Ibu, Ayah, Lyana tak bermaksud membuat Ayah dan Ibu
terluka seperti ini, Lyana hanya tak ingin menyusahkan kalian” Lyana
berkata dengan nada terbata-bata.
“Tidak sayang, kamu tidak perlu minta maaf seharusnya ayah dan ibu yang
minta maaf pada kamu karena kami jarang memperhatikan kamu, kami selalu
sibuk dengan urusan kami.” Jawab Ibu Lyana dengan bergelimpangan air
mata dan menciumi tangan Lyana.
Telah beberapa hari Lyana berada di rumah sakit ia tak pernah melihat Vandy sahabatnya datang menjenguknya,
“Bu, apakah ibu telah memberi tahu pada Vandy bahwa Lyana di rawat
rumah sakit?” bertanya pada ibunya yang tengah membuatkan makanan
untuknya.
“Pada saat kamu dilarikan ke rumah sakit, Vandy datang kemari dan
menjenguk kamu tetapi setelah itu ibu tidak pernah melihatnya lagi…
memangnya kenapa? atau kamu kangen ya sama dia?” jawab Ibu dengan
menggodai Lyana.
“Iya sih bu, kenapa ya vandy tak pernah datang menjenguk Lyana! Bu, kita
pulang aja yuk Lyana mau di rawat di rumah aj, Lyana bosan di sini…”
memohon dengan wajah manjanya,
Kini Lyana telah berada di rumah, Lyana meminta sang Ibu agar
menyuruh Vandy datang ke rumahnya. Vandy yang saat itu juga sangat
merindukan dan selalu bertanya-tanya tentang keadaan sahabatnya itu
datang memenuhi panggilan Ibu Lyana, Lyana sangat senang dan tersenyum
menyambut kedatangan sahabatnya itu, Hal yang dulu pernah sekejap hilang
kini telah timbul kembali rasa indah, rasa riang, dan rasa bahagia saat
mereka bersama.
Tepat di depan rumah Lyana, mereka duduk di sebuah kursi putih
panjang di kelilingi berbagai bunga hiasan sang ibu, Lyana meminta
sesuatu pada sahabatnya sebelum akhirnya nanti ia tiada di dunia lagi,
“Apabila umurku tak panjang lagi dan kematian sudah di depan mata,
aku ingin terakhir kalinya kita berada di tempat kita berjanji dahulu
kan bersahabat menyayangi sekarang atau nanti, dengan tambahan seribu
cahaya lampion di setiap mataku memandang dan akan aku jadikan momen
paling indah dalam memoryku..” berkata dengan senyuman dan penuh hayalan
dalam baying-bayangnya Lyana.
Vandy berjanji satu hal lagi pada Lyana, bahwa akan selalu
membahagiakan Lyana dan menuruti setiap perkataan yang terucap dari
lisan Lyana, ia juga berkata akan mewujudkan bayangan itu ke dalam
bentuk nyata dengan kemampuannya.
Kini telah 4 bulan waktu berlalu, tinggal hitungan hari menipis menuju kematian…
Vandy terus berusaha berkerja seorang diri mewujudkan janji dan bayangan
Lyana sebelum akhirnya (Persembahan Terakhir) Telah hampir 4 hari
berturut Vandy mengerjakan segala sesuatu seorang diri tanpa istirahat.
Lain dengan Lyana, yang kini tampak baik dari dalam dirinya, kedua
orang tua Lyana mencoba memeriksakan penyakit putrinya apakah mulai
membaik atau tinggal hitungan hari. Saat dokter Gustomi memeriksa Lyana
ia meneteskan air mata perlahan, Lyana yang melihat dokter Gustomi
meneteskan air mata memandang ke arah kedua orangtuanya dan juga
meneteskan air mata seakan tak ingin mendengar keputusan dokter
nantinya.
“Subhanallah, Inilah mukzizat yang datang dari Allah SWT, penyakit
yang selama ini bersarang di tubuh Lyana kini telah sembuh TOTAL!!!”
Dokter Gustomi mengucap syukur dan gembira atas apa yang selama ini di
perjuangkannya ternyata di bantu oleh Allah SWT,
Lyana merasa gembira dan memeluk kedua orang tuanya dengan rasa
senang dan bahagia, Lyana juga mengucapkan banyak terima kasih pada
Dokter Gustomi atas semangat dan kerjanya ia dapat terbebas dari
penyakit ganas itu…
Lyana sengaja belum memberitahu Vandy tentang kesembuhannya karena ia ingin membuat sebuah kejutan pada sahabatnya itu.
Disaat keesokan harinya datang Lyana berniat untuk pergi mengunjungi
Vandy, saat dalam perjalanan Lyana beberapa kali menghubungi Vandy
tetapi tak pernah diangkat, Vandy sengaja tak mengangkat telepon dari
Lyana karena permintaan Lyana telah selesai di lakukannya pagi ini dan
ia berniat malam nanti Lyana melihat sebuah persembahan terakhirnya
khusus pada Lyana sahabatnya.
Lyana melihat Vandy sedang berjalan kaki pulang, Lyana lalu berhenti
dan memanggil Vandy yang ada di seberang jalan.. Vandy meyebrangi jalan
raya yang sering di lalui kendaraan yang melaju dengan cepat karena
jalan yang sepi dari pejalan kaki, Karena kurang istirahat Vandy tidak
dapat melihat dengan jelas karena silauwan mata hari yang pedih ke arah
matanya,
Vandy mengalami kecelakaan hingga mengakibatkannya kehabisan banyak
darah, tidak ada stok darah yang tersisa dan cocok dengan darah Vandy
termasuk darah Lyana… kini berganti cerita Vandy yang tak akan bertahan
lama hidup tanpa ada pendonor yang cocok dengannya, tetapi Vandy masih
dalam keadaan sadar dan seperti ingin mengatakan sesuatu,
“Hey Aneh, apa kabar? Sekarang bayanganmu telah menjadi nyata, dan
nampaknya kini engkau jauh lebih baik dari sebelumnya.” Ucap Vandy
dengan nada suara yang kecil dan terbata-bata.
“Maaf tidak memberi tahumu, sebenarnya tuhan masih menginginkan aku
hidup lebih lama lagi, dan menyabut penyakitku dengan total.” Jawab
Lyana dengan meneteskan air mata.
Vandy menggerakan tangannya dan menghapus air mata yang jatuh dari Lyana.
“Ingat, aku tak akan pernah membiarkan setetes pun jatuh dari dirimu.” Menghapus air mata Lyana dengan senyumannya.
Vandy tak dapat bertahan lebih lama lagi dalam kondisi kekurangan
banyak darah, kini wajahnya putih pucat, dan Vandy sempat mengucapkan
sebuah kalimat pada Lyana…
“Now or later, Our friendship will never die.” Vandy telah tiada dengan
sebuah kata, “Sekarang atau nanti, Persahabatan kita tidak akan pernah
mati”
Setelah kematian Vandy kini hidup Lyana lebih rapuh dari pada saat ia
mengidap penyakit Leukimia, ia mengunjungi tepian danau tempat yang di
persembahkan oleh Vandy sebagai Persembahan Terakhir untuknya…
memang cukup indah malam itu, bagai seribu lampion berbagai warna cahaya menyinari tempat tersebut…
tak hanya itu, telah disiapkan sebuah kursi untuk sepasang orang dengan
selembar perahu kertas bertuliskan, suatu saat nanti kita akan berlayar
bersama membangun perahu kertas di surga tentang arti sahabat kita.
Lyana duduk di kursi yang telah di persiapkan oleh Vandy, dan saat
Lyana memandang ke depan tampak seperti ada sebuah asap yang membentuk
wajah Vandy dengan sempurna dan menengadahkan jari kelingkingnya ke arah
Lyana..
Dengan rasa heran, takut dan bimbang Lyana mengarahkan kelingkingnya ke
arah Vandy yang di lihatnya seketika wajah itu tersenyum dan hilang
terbawa angin,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar